Harapan dan impian pada setiap pasangan pengantin baru tentunya tidaklah jauh berbeda, bahkan mungkin sama. Keindahan dan kebahagiaan adalah impian setiap pasangan pengantin, bahkan impian dan harapan setiap insan. Sepasang calon pengantin yang akan melangsungkan pernikahan biasanya tak pernah lepas dari membayangkan hal-hal yang indah bersama pasangannya setelah mereka menikah kelak. Hidup bersama dengan kekasih idaman dengan penuh cinta, canda, tawa, pokoknya yang mesra-mesra aja deh! Namun, berapa banyak harapan semacam itu yang akhirnya hanya dapat bertahan sekitar 3 bulan, 6 bulan, atau paling lama 1 tahun setelah pernikahan. Setelah itu, pernikahan tidak lagi diwarnai dengan kehangatan kasih sayang. Cinta dan kasih sayang semakin luntur. Pernikahan impian pun berubah haluan. Pernikahan yang diharapkan penuh dengan kemesraan akhirnya berubah menjadi neraka, atau minimal menjadi hambar tanpa rasa.
Pasangan pengantin baru, biasanya baru akan merasakan bahwa pernikahan bukanlah sebuah tugas yang mudah setelah melewati masa 3 atau 6 bulan pertama setelah menikah. Mereka sadar bahwa pernikahan yang sakinah tidak bisa didapatkan hanya dengan mengandalkan adanya rasa cinta yang kuat diantara keduanya saja. Juga tidak dapat menyandarkan pernikahan hanya pada nilai ekonomi saja. Banyak hal-hal lain yang memang harus dimiliki dan diperjuangakan keberadaannya di dalam sebuah rumah tangga, sehingga pernikahan akan menghasilkan keluarga yang sakinah, mawaddah, warrohmah. Banyak hal-hal yang harus ditanamkan dalam diri setiap pasangan, sehingga mampu mempertahankan keharmonisan keluarga hingga di usia renta.
Pernikahan yang harmonis atau keluarga yang harmonis adalah impian dan harapan setiap insan. Namun sayang, tidak setiap insan dapat mewujudkannya. Kebanyakan mereka hanya sampai kepada batas memimpikan atau mengharapkan saja. Mereka tidak mengerti bagaimana atau apa saja yang harus mereka lakukan untuk mewujudkan impian indah tersebut. Dan akhirnya, impian indah itupun kandas terlindas waktu dan ego kedua pihak yang semakin hari semakin tampak.
” Karena sesungguhnya di balik kesulitan itu terdapat kemudahan. sesungguhnya di balik kesulitan itu terdapat kemudahan ” . ( QS. Alam Nashrah : 5-6 )
Coba kita renungkan sejenak firman Allah Subhanahu wa ta’alaa di atas. Allah Subhanahu wa ta’alaa telah menegaskan bahwa sesungguhnya dibalik setiap kesulitan pastilah terdapat kemudahan. Dibalik setiap permasalahan, pasti terdapat pemecahannya bagi mereka yang beriman dan mau berpikir. Demikian pula dalam sebuah perikahan, begitu banyak permasalahan yang siap menghadang pasangan-pasangan pengantin yang hendak menuju pelabuhan keluarga harmonis. Begitu banyak permasalahn yang akan mengguncang setiap pernikahan, namun jika kita yakin dan mau berpikir maka Insya Allah sebagaimana telah ditegaskan oleh Allah Subhanahu wa ta’alaa melalui firman-Nya di atas, Jalan Keluar itu Pasti Ada! Ya, jalan keluar itu pasti ada, semua itu kembali kepada diri kita (pasangan) masing-masing, yakinkah kita kepada Allah swt dan keberadaan jalan keluar tersebut, serta maukah kita berpikir untuk menemukan jalan keluar tersebut? Berikut ini, adalah sekelumit tips yang Insya Allah dapat membantu kita dalam mempertahankan keharmonisan sebuah pernikahan.
Meng-update terus niat pernikahan
Pernikahan bukanlah sekedar sarana untuk menumpahkan hasrat biologis semata. Pernikahan juga bukanlah
sebagai sarana untuk mengikat pasangan saja. Pernikahan adalah salah satu bentuk pelaksanaan perintah Allah Subhanahu wa ta’alaa dan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Untuk itu, ketika kita hendak menikah maka niatkanlah pernikahan tersebut sebagai satu bentuk ibadah kepada Allah swt untuk mendapatkan ridho-Nya. Niatkan pernikahan tersebut dalam rangka melaksanakan perintah Allah Subhanahu wa ta’alaa. Dengan demikian, selama keimanan masih berada di dalam dada, maka insya Allah pernikahan akan senantiasa dipenuhi dengan barokah.
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tandabagi kaum yang berpikir” (Ar-Ruum 21)
“Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin maka Allah swt akan mengkayakan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberianNya) dan Maha Mengetahui.” (An Nuur 32)
“Nikah itu sunnahku, barangsiapa yang tidak suka, bukan golonganku” (HR. Ibnu Majah, dari Aisyah Radhiyallahu ‘anhu)
“Empat macam diantara sunnah-sunnah para Rasul yaitu : berkasih sayang, memakai wewangian, bersiwak dan menikah” (HR. Tirmidzi)
Setelah menguatkan niat menikah hanya karena Allah Subhanahu wa ta’alaa, langkah selanjutnya adalah senantiasa meng-update niat suci tersebut. Yaitu dengan terus mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa ta’alaa dan meminta dikuatkan ikatan pernikahannya hanya atas ridho-Nya semata.
Menambah ilmu pernikahan
Seorang pemburu akan tersesat di hutan belantara, dan seorang pelaut akan mudah tersesat di lautan luas manakala tidak memiliki panduan dalam perjalanannya. Begitu pula sebuah pernikahan.
Pernikahan ibarat rimba raya yang di dalamnya di penuhi dengan semak belukar, jalan berkelok, binatang buas, dan berbagai macam bahaya yang menghadang. Pernikahan itu penuh dengan ujian yang menghadang siapapun yang berani memasukinya. Untuk itulah sepasang calon pengantin hendaknya senantiasa membekali dirinya dengan ilmu-ilmu pernikahan, khususnya yang bersifat islami sedangkan yang umum hanyalah sebagai tambahan saja, bukan yang utama. Ilmu pernikahan dapat diperoleh melalui berbagai macam cara, misalnya dengan membaca buku-buku pernikahan, dengan menghadiri seminar pernikahan, melalui majelis ta’lim, konsultasi dengan para ulama, atau dapat juga bertanya kepada mereka yang telah lama menikah dan mampu mempertahankan keharmonisan keluarganya.
Semakin banyak ilmu pernikahan yang kita miliki, maka semakin ringan langkah kita untuk menyusuri rimba pernikahan tersebut. Meskipun tidak semua permasalahan pernikahan itu sama pada setiap pasangan, namun setidaknya dapat menjadi acuan bagi kita dan membukakan pikiran kita manakala dipertemukan dengan suatu permasalahan.
Memperbanyak ilmu tentang pernikahan pun seyogyanya terus dilakukan manakala kita sudah menyelam dalam lautan pernikahan tersebut. Hal ini akan membuat kita semakin bijaksana dalam menghadapi setiap permasalahan yang kian beraneka macam. Dengan terus meningkatnya ilmu pernikahan yang kita miliki, kita juga akan semakin bijaksana dalam menetapkan sebuah keputusan bagi keluarga.
Harus ada malu
Banyak sekali orang yang mampu bersikap sangat santun dan ramah kepada orang lain, namun mereka tidak mampu melakukan hal tersebut kepada isteri atau suaminya sendiri. Hal itu karena mereka akan merasa malu kepada orang lain jika tidak bersikap ramah atau santun. Sementara kepada suami atau isteri, mereka tidak memiliki pemikiran seperti ini, “Kenapa harus malu-malu lagi, toh kita sudah sama-sama tau sifat dan karakter amsing-masing!”. Pemikiran tersebut akhirnya menimbulkan sikap semau gue.
Untuk itulah, maka sifat malu ini sebaiknya jangan sampai dibantai habis meskipun kepada suami atau isteri kita sendiri. Keberadaan sifat malu ini sangatlah penting dalam rangka mewujudkan pernikahan yang senantiasa harmonis.
Dia adalah saudara seiman kita
“Isteriku adalah saudaraku di dalam Islam”, “Suamiku adalah saudaraku di dalam Islam”, kalimat inilah yang harus senantiasa kita tanamkan di dalam hati. Karena, fenomena yang terjadi saat ini adalah banyak sekali suami yang menganggap isteri hanya sebagai pekerja sumur, dapur, dan kasur saja. Banyak pula isteri yang menganggap suaminya hanya sebagai pencari nafkah keluarganya saja. Selama kewajiban tersebut dipenuhi, ya sudah. Hal ini menimbulkan efek semakin menurunnya kasih sayang dan rasa saling menghormati diantara keduanya. Tidak ada rasa terimakasih kepada isteri atas sarapan pagi dan pakaian kerja yang halus dan wangi. Tidak ada lagi rasa terimakasih kepada suami atas uang belanja yang merupakan perahan keringat setiap hari, dari pagi hingga sore hari. Tak ada lagi rasa terimakasih, karena mereka menganggap hal tersebut sudah merupakan perkerjaan mereka, jadi…untuk apa lagi berterimakasih?
Marilah mulai detik ini kita sama-sama menghapuskan pikiran semacam itu. Kita hapuskan pikiran bahwa isteri hanyalah sebagai pekerja sumur, kasur, dan dapur. Kita hapuskan pemikiran bahwa suami hanyalah sebagai pencari nafkah keluarga semata.
Marilah kita mulai berpikir dan marilah kita tanamkan dengan kuat sebuah pemikiran bahwa “Suami atau Isteriku adalah saudaraku di dalam Islam”. Maka dengan demikian, insya Allah kasih sayang akan senantiasa menaungi sebuah pernikahan. Ketahuilah, bahwa Islam telah mewajibkan umatnya untuk senantiasa menyayangi saudaranya seperti ia menyayangi dirinya sendiri.
“Tidak akan beriman seseorang di antara kamu sehingga ia mencintai sesuatu bagi saudaranya sebagaimana ia mencintai sesuatu bagi dirinya sendiri” (HR.al-Bukhari dan Muslim)
Tidak ada yang sempurna
Tidak seorangpun yang lahir ke dunia ini dengan disertai kesempurnaan, karena hanya Allah Subhanahu wa ta’alaa-lah Yang Maha Sempurna. Setiap manusia memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Orang yang satu tidak dapat kita samakan begitu saja dengan orang yang lain. Begitu pula dengan pasangan kita.
Janganlah sekali-kali kita berharap bahwa pasangan kita adalah orang yang sempurna, yang akhirnya akan menimbulkan kekecewaan manakala suatu saat tampaklah cacat atau kekurangannya di mata kita.
Ketika kita telah memutuskan untuk menikah, hendaknya kita telah siap untuk menerima kekurangan. Pasangan kita adalah juga seperti kita, sama-sama memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Justru dengan pernikahan inilah, maka kita akan saling melengkapi dan menutupi kekurangan pasangan kita. Bisa jadi pasangan kita memiliki sesuatu yang tidak kita miliki, begitu juga sebaliknya. Di sinilah akan timbul proses saling melengkapi satu sama lain.
Hentikan menuntut pasangan untuk menjadi seseorang yang sempurna di mata kita, karena pada dasarnya kitapun bukan orang yang sempurna. Saling mengerti, saling menasehati, dan saling memperbaiki diri adalah sikap terbaik dalam menyikapi kekurangan masing-masing pasangan.
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al ‘Ashr : 1-3)
Lihatlah sisi positifnya
Sekali lagi bahwa tidak ada manusia yang lahir ke dunia ini dengan penuh kesempurnaan, melainkan membawa kelebihan sekaligus kekurangan. Janganlah kita sampai termasuk dalam kategori orang yang di maksud di dalam peribahasa berikut:
“Semut di seberang lautan tampak jelas, tapi gajah di pelupuk mata tidak kelihatan.”
Jangan sampai kita menjadi seseorang yang hanya selalu memandang kepada kejelekan atau kekurangan pasangan kita saja, sementara kita lupa bahwa dalam diri kita juga banyak keburukan yang tidak kita sadari. Hal ini akan memberikan stempel bertuliskan “selalu buruk” pada pasangan kita di mata kita, yang akhirnya akan menimbulkan hilangnya rasa simpati dan kekaguman kita kepadanya.
Selalu berusahalah untuk mencari dan melihat sisi-sisi positif yang ada pada pasangan kita. Hal ini akan memantapkan kembali rasa simapti dan kekaguman kita kepadanya seperti ketika pertama kali kita merasa jatuh cinta kepadanya.
Aku adalah sahabat terbaikmu
Salah satu tempat yang paling nyaman bagi hampir setiap insan adalah berada di sisi sahabat karibnya. Sebuah tempat dimana kita bisa berbagi segala bentuk permasalahan hingga yang paling pribadi sekalipun. Sebuah tempat yang sangat kita percaya dan mempercayai kita. Sebuah tempat yang akan selalu mendukung, memotivasi, dan memberikan solusi terbaik bagi kita. Sebuah tempat yang selalu dapat menyesuaikan diri dengan rasa yang tengah berkecamuk di dalam hati, baik suka maupun sedih. Sebuah tempat yang tidak pernah meninggalkan kita dalam sebuah keterpurukan. Sebuah tempat yang selalu menyertakan kita dalam cerianya. Itulah kira-kira sekelumit tentang sahabat karib, sahabat sejati.
Dan seperti itulah salah satu sikap yang harusnya mampu kita tanamkan dalam membina sebuah pernikahan yang penuh dengan nuansa keharmonisan. Seorang suami tidak patut bersikap seperti seorang jendral besar yang keras kepala dan otoriter, yang segala kemauan dan keputusannya tidak dapat diganggu gugat lagi. Sebaliknya, isteri juga janganlah selalu bersikap lemah sehingga tidak mampu mendukung perjuangan suami dan selalu berpandangan bahwa suami adalah manusia perkasa yang selalu perkasa, yang tidak dapat terluka, yang tak pantas mengadu atau menangis di pangkuan seorang wanita (isterinya).
Laki-laki dan perempuan itu pada hakikatnya adalah sama-sama manusia biasa yang bisa terluka dan memiliki air mata. Jadi wajar saja manakala seorang lelaki perkasa tiba-tiba juga mengalami terluka, menangis dan membutuhkan tempat untuk bermanja. Dan seorang suami pun hendaknya tidak bersikap otoriter dan selalu mau menang sendiri. Karena pada dasarnya, manusia itu tempatnya adalah salah dan lupa. Adakalanya seorang suami pun melakukan kesalahan, maka sang isterilah yang akan mengingatkan hal tersebut. Maka, seorang suami janganlah mematikan fungsi isteri dalam mengambil suatu keputusan.
Hidupkanlah musyawarah, saling berbagi, atau curhat (mencurahkan isi hati) dalam sebuah pernikahan. Dengan demikian, baik suami maupun isteri akan merasa saling percaya, saling membutuhkan dan saling dibutuhkan. Bersikaplah layaknya seorang sahabat karib bagi pasangan kita yang akan menerima segala bentuk keluh kesah, yang selalu memberikan motivasi, yang selalu dapat dipercaya, yang tidak pernah meninggalkan dikala pasangan kita mengalami keterpurukan, yang selalu mampu menyesuaikan diri dengan keadaan pasangan. Bersikaplah sebagai seorang sahabat yang senantiasa mampu memberikan kenyaman dalam suka maupun duka. Dengan demikian, insya Allah tidak akan ada pihak yang merasa tertekan, terpaksa, dirugikan atau bahkan merasa tidak dibutuhkan sehingga pernikahan pun akan senantiasa dipenuhi kehangatan.
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (Qs. Ar. Ruum (30) : 21).
Menghabiskan waktu bersama
Jangan biarkan pekerjaan atau karir anda menghapus ritual menghabiskan waktu bersama dengan pasangan anda. Dalam hal ini kita harus betul-betul mampu mengatur waktu. Dalam jangka waktu sepekan, menghabiskan waktu dengan pasangan itu harus dilakukan, paling tidak sekali dalam sepekan. Karena kebersamaan akan menimbulkan cinta dan kasih sayang, dan semakin sering kebersamaan yang kita berikan maka rasa cinta dan kasih sayang pun niscaya akan terpupuk semakin subur.
Jangan sampai dalam sebuah keluarga terjadi hal sebagai berikut:
“Pagi tidak sempat sarapan pagi bersama isteri karena sang siteri harus berangkat pagi-pagi, sedangkan sang suami senantiasa bangun agak siang karena lelah setelah aktivitas kantoran. Pulang kerja, sang isteri makan malam duluan karena suaminya senantiasa pulang malam. Akhirnya sang isteri pun ketiduran, ketika sang suami pulang dan kemudian merebah di ranjang. Tidak ada pertemuan di hari libur, karena keduanya sama-sama sibuk dengan aktivitas lembur”
Kalau hal semacam di atas terjadi secara terus menerus, lalu bagaimana mungkin sebuah pernikahan akan dinaungi keharmonisan?
Jangan biarkan cinta dan kasih sayang yang telah tumbuh subur tersebut kelaparan dan kehausan, layu, mengering dan akhirnya mati. Sediakan waktu untuk memupuk dan menyirami rasa itu dengan kebersamaan (rekreasi, melakukan hobi bersama pasangan, sekedar jalan-jalan santai berdua di taman, atau makan malam di tempat romantis yang tidak terlalu mahal, dan sebagainya) .
Ungkapkan perasaanmu
Ungkapan-ungkapan mesra, pujian dan sanjungan penuh cinta adalah salah satu bahasa yang akan mempererat tali cinta. Pujian dan sanjungan ini tentu saja yang tidak mengarah pada pujian yang berlebihan yang dilarang di dalam Islam.
Ungkapkan perasaan kangen kita. Katakan pada isteri kita, “Hari ini mama cantik banget…”, “Eum…teh buatan mama manis seperti senyumnya…”, dan sebagainya. Katakan kepada suami kita, “Ternyata papa keren juga ya kalau dandan rapi…” dan sebagainya.
Ungkapkan bahasa-bahasa yang tidak berlebihan namun dapat menyenangkan hati pasangan kita. Ungkapkan rasa terima kasih kita kepada suami tercinta karena telah memberikan nafkah tanpa mengenal lelah. Ungkapkan rasa terima kasih kita kepada isteri tercinta karena telah tanpa jenuh menyediakan sarapan di pagi buta, mencucikan pakaian, dan menjaga rumah tanga. Janganlah kita terlampau pasif untuk mengungkapkan perasaan kepada suami atau isteri kita sendiri.
Mengakui kesalahan dan meminta maaf
Kalau Allah swt saja senang kepada hamba-hamba Nya yang senantiasa mengakui kesalahan dan dosanya, memohon ampun kepada-Nya, dan berjanji tidak akan mengulangi kesalahanya lagi, apalagi manusia yang selalu disertai oleh nafsu.
Tentu saja pasangan kita juga akan sangat senang manakala kita mampu mengakui kesalahan-kesalahan kita, meminta maaf kepadanya, dan berjanji untuk tidak akan mengulanginya lagi (asalkan jangan janji palsu).
Ingatlah, bahwa mengakui kesalahan bukanlah tindakan pengecut maupun rendahan, melainkan tindakan yang mulia dan hanya seorang pemberani dan berjiwa besarlah yang mampu melakukan hal tersebut.
Jangan mengungkit masa lalu
Jangan membiasakan diri mengungkit-ungkit masa lalu yang sekiranya dapat merusak perasaan kita sendiri maupun pasangan kita. Mengungkit masa lalu hanya akan menimbulkan kekecewaan, emosi, dan benci kepada diri sendiri maupun kepada pasangan.
Kejadian buruk pada masa lalu bukanalah untuk diungkit-ungkit, melainkan sebagai pelajaran bagi kita dalam melangkah ke depan.
Kejutan
Siapa sih yang tidak suka diberikan hadiah? Hampir setiap orang pasti akan merasa senang ketika mendapatkan sebuah hadiah, apalagi jika hadiah tersebut berasal dari orang yang ia sayangi.
Memberikan kejutan atau hadiah tidaklah harus dalam bentuk yang mewah atau mahal. Karena bukanlah berapa harga hadiah yang kita berikan, melainkan lebih mengarah kepada bentuk perhatian dan kasih sayangnya. Dapat saja kita memberikan setangakai bunga mawar yang indah sepulang kerja dengan kartu ucapan yang bertuliskan, “Mawar ini begitu indah merekah, namun tak pernah seindah dirimu yang merekah tak terbatas usia…”.
Canda
Canda adalah salah satu faktor penting dalam sebuah kehangatan pernikahan. Canda yang tidak berlebihan, yang bersifat merayu, manja, dan sebagainya kepada suami atau isteri akan menghilangkan kejenuhan dalam sebuah pernikahan. Jangan biarkan pernikahan kita kaku dan tanpa warna.
Canda dan tawa antara suami dan isteri insya Allah akan memperbesar kedekatan dan memperkuat ikatan kasih sayang diantara keduanya.
Hal ini sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan contoh dalam satu riwayat yang disebutkan bahwa beliau melakukan balapan lari dengan Aisyah, terkadang beliau dikalahkan dan pada hari lain beliau menang. Riwayat ini menunjukkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun adalah seorang suami yang suka bercanda dengan isterinya.
Doa dan Tawakal
Setelah upaya-upaya di atas, maka tentu saja tiada daya dan upaya kecuali atas kehendak-Nya saja. Maka dari itu, akhir dari segala bentuk usaha adalah istiqomah dalam berdoa dan bertawakal hanya kepada Allah Subhanahu wa ta’alaa, mohon dan yakin kepada-Nya agar menguatkan pernikahannya dalam ikatan yang senantiasa penuh dengan barokah dan keharmonisan.
“Dan Tuhanmu berfirman: ‘Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina’.” (QS. Al Mukmin : 60)
Demikianlah, pernikahan adalah perintah dan ritual suci yang merupakan salah satu wasiat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagai kekasih Allah Subhanahu wa ta’alaa dan pemimpin sekaligus suri tauladan terbaik bagi umat manusia. Maka, marilah kita menjaga pernikahan tersebut dengan keharmonisan dan kehangatan dalam naungan Islam. Semoga kita termasuk orang-orang yang mendapatkan nikmat Allah Subhanahu wa ta’alaa berupa pernikahan sakinah, mawaddah, warrohmah, yang senantiasa dinaungi keharmonisan dan kehangatan. Amin.
Sebagai penutup, berikut kami sisipkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai keutamaan sebuah pernikahan. Semoga hadits berikut dapat menjadi bahan renungan dan motivasi bagi kita semua:
“Jika ada manusia belum hidup bersama pasangannya, berarti hidupnya akan timpang dan tidak berjalan sesuai dengan ketetapan Allah Subhanahu wa ta’alaa dan orang yang menikah berarti melengkapi agamanya, sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Barangsiapa diberi Allah seorang istri yang sholihah, sesungguhnya telah ditolong separoh agamanya. Dan hendaklah bertaqwa kepada Allah separoh lainnya.” (HR. Baihaqi).
Senin, 20 Desember 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar